Tantangan Efesiensi Reorganisasi, Restrukturisasi dan/atau Likuidasi

Dalam sistem ekonomi apa pun, keluar masuknya entitas produktif dari ekosistem bisnis merupakan komponen alami. Joseph Schumpeter (1942) menciptakan ungkapan “penghancuran kreatif,” yang mengacu pada proses berkelanjutan di mana inovasi mengarahkan produsen baru untuk menggantikan yang sudah ketinggalan zaman. Schumpeter menggambarkannya sebagai “fakta penting tentang kapitalisme.”

Karena kegagalan perusahaan/bisnis tersebut, walaupun alami tapi tetap melahirkan kerugian pada masyarakat, maka ditetapkanlah suatu undang-undang dan prosedur hukum untuk: (1) melindungi hak-hak kontraktual dari pihak yang berkepentingan, (2) melikuidasi aset yang tidak produktif, dan (3) bila dianggap perlu, untuk memberikan moratorium atas klaim tertentu guna memberikan waktu kepada debitur untuk direhabilitasi dan keluar dari proses sebagai entitas yang masih dapat berkelanjutan.

Baik likuidasi dan reorganisasi adalah tindakan yang tersedia di banyak negara di dunia dan didasarkan pada premis berikut: Jika nilai intrinsik atau kelangsungan usaha entitas lebih besar dari nilai likuidasi saat ini, maka perusahaan harus diizinkan untuk mencoba untuk mengatur ulang dan melanjutkan. Namun, jika aset perusahaannya bernilai lebih “mati daripada hidup” – yaitu, jika nilai likuidasi melebihi nilai kelangsungan ekonomi – likuidasi adalah alternatif yang lebih disukai.

Efisiensi suatu sistem kepailitan, salah satunya dapat dinilai dari kemampuannya untuk secara tepat mengidentifikasi dan menyediakan proses restrukturisasi bagi perusahaan yang bisa dibilang masih mampu dan harus bertahan.

Namun memang, ada tantangan untuk mencapai hasil yang efisien secara ekonomi. Antara lain, misalnya, intensi yang bertentangan dari pihak-pihak (kreditur/stakeholder) prioritas yang berbeda mengenai keputusan likuidasi versus kelanjutan usaha, intensi dari kelompok yang menuntut untuk mempercepat pembayaran tagihannya walau akan merugikan nilai perusahaan secara keseluruhan, dan ketidakmampuan untuk mencapai kesepakatan di antara kreditur yang tersebar. Mungkin salah satu tantangan terbesar dalam proses ini adalah bahwa nilai kelangsungan usaha dan nilai likuidasi tidak objektif dan tidak dapat diobservasi.

Tantangan seperti itu sering membuat solusi di luar pengadilan yang lebih murah, menjadi tidak mungkin dan memerlukan kerangka hukum formal untuk merestrukturisasi atau melikuidasi perusahaan di bawah pengawasan pengadilan.

Manfaat utama dari sistem berbasis reorganisasi adalah untuk memungkinkan aset produktif secara ekonomi untuk terus berkontribusi pada pasokan barang dan jasa masyarakat, belum lagi guna melestarikan pekerjaan karyawan perusahaan, pendapatan pemasoknya, dan pembayaran pajak. Namun, semua manfaat ini tetap perlu ditimbang dengan dampaknya bagi perusahaan dan masyarakat jika proses kepailitan terjadi.

Get new content delivered directly to your inbox.

[jetpack_subscription_form subscribe_placeholder=”Email Address” show_subscribers_total=”false” button_on_newline=”false” submit_button_text=”Sign up” custom_font_size=”16px” custom_border_radius=”50″ custom_border_weight=”1″ custom_button_width=”25%” custom_padding=”8″ custom_spacing=”8″ submit_button_classes=”has-16-px-font-size has-background-border-color has-text-color has-primary-color has-background has-background-background-color” email_field_classes=”has-16-px-font-size has-background-border-color” show_only_email_and_button=”true” success_message=”Success! An email was just sent to confirm your subscription. Please find the email now and click ‘Confirm Follow’ to start subscribing.”]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *